Cone of Experience Festival Bahasa,
Budaya dan Wirausaha 2024
Penulis : Irfan Soleh
Konsep Learning Pyramid atau Cone of Experience dari Edgar Dale adalah sebuah model yang memperlihatkan tahapan pengalaman dalam proses pembelajaran, dari yang paling abstrak hingga yang paling konkret. Edgar Dale, seorang pendidik Amerika, memperkenalkan konsep ini pada tahun 1946 dalam bukunya Audio-Visual Methods in Teaching. Model ini bertujuan untuk membantu pendidik memahami bagaimana jenis pengalaman yang berbeda mempengaruhi pemahaman dan daya ingat pelajar. Konsep ini menjadi landasan teoritis mengapa kami membuat acara Festival Bahasa, Budaya, dan Wirausaha bagi siswa siswi SMPIT IRFANI QBS, bagaimana kaitan teori dan praktiknya? mari kita bahasa meski sekilas
Cone of Experience disusun dalam bentuk kerucut atau piramida, yang menggambarkan berbagai tahapan pembelajaran. Di bagian atas kerucut, terdapat pengalaman belajar yang lebih abstrak (kurang langsung), sementara di bagian bawah kerucut terdapat pengalaman belajar yang lebih konkret (langsung dan praktis). Di bagian paling atas, terdapat "simbol verbal," yang mengacu pada kata-kata tertulis atau lisan. kemudian Simbol Visual berada satu tingkat di bawah simbol verbal, ini mencakup gambar, diagram, grafik, dan media visual lainnya yang membantu pelajar memvisualisasikan konsep. Tahapan selanjutnya adalah rekaman dan audio dilanjut gambar bergerak (video), demonstrasi, kunjungan lapangan (field trip), dramatisasi, studi kasus, dan pembelajaran langsung atau praktik.
Menurut Dale, semakin konkret suatu pengalaman pembelajaran, semakin besar kemungkinan pelajar untuk memahami dan mengingat informasi tersebut. Ini tidak berarti bahwa semua pembelajaran harus berbasis praktik langsung; beberapa konsep abstrak mungkin lebih efektif diajarkan melalui simbol atau teks. Namun, dalam banyak kasus, metode pembelajaran yang lebih interaktif dan konkret menghasilkan pemahaman yang lebih baik. Cone of Experience dari Edgar Dale menekankan pentingnya variasi dalam metode pengajaran untuk memenuhi kebutuhan pembelajaran yang berbeda-beda. Dale tidak menggunakan persentase retensi spesifik, tetapi kerucut tersebut secara konseptual mengilustrasikan bagaimana keterlibatan langsung cenderung meningkatkan pemahaman dan daya ingat pelajar.
Festival Bahasa, Budaya dan Wirausaha Tahun 2024 dilaksanakan dalam rangka mengimplementasikan bentuk pembelajaran yang paling kongkret dimana siswa siswi SMPIT-SMAIT IQBS bisa benar-benar memahami, melakukan dan mengalami langsung beragam tarian nusantara dalam festival budaya, membuat business plan yang harus dipresentasikan dan di implementasikan lewat bazar kuliner nusantara dalam festival wirausaha juga beragam kegiatan dalam festival bahasa. Pada Festival Budaya, siswa siswi SMPIT SMAIT dibagi kedalam sembilan kelompok, masing-masing kelompok penampilkan salah satu dari tarian yaitu Tari Bungong Jeumpa, Tari Saman, Tari Sajojo, Tari Piring, Tari Manuk Dadali, Tari Zapin, Tari Maumere, Tari Gundul-Gundul Pacul dan Tari Kecak. Bazar kuliner juga festival bahasa menambah praktik pengalaman yang mudah-mudahan menjadi proses pembelajaran yang meningkatkan pemahaman dan daya ingat yang paling tinggi. Kesimpulannya Proses Pembelajaran di SMPIT SMAIT IRFANI Quranicpreneur Bilingual School Pesantren Raudhatul Irfan Ciamis sudah berdasarkan landasan teori yang kuat sesuai Teori Learning Pyramid atau Cone of Experience.
SMPIT-SMAIT IRFANI QBS, Rabu 13 November 2024