Jumat, 05 Maret 2021

KIAI, FIRASAT DAN NUR ALLAH

 


KIAI, FIRASAT DAN NUR ALLAH

Penulis : Dr. H. Irfan Soleh, S.Th.I., MBA.

    Saya sedikit mencermati apa yang terjadi di tempat tinggal saya . Ada satu hal yang menarik bagi saya yaitu peran dan fungsi kiai yang sangat besar dalam segala aspek. Bagi masyarakat perkampungan, kiai mempunyai otoritas yang lebih dalam segala hal. masyarakat tidak hanya bertanya masalah agama pada kiai tapi juga mereka bertanya mengenai apapun yang terkait dengan seluk beluk kehidupan mereka. contohnya ketika mencari jodoh pasti nanya sama kiai mana yang cocok dan bagus dalam pandangan agama, ketika mau membeli tanah dan kendaraan nanya juga sama kiai, sampai ketika mau membeli toko dan membuat pabrik pun nanya sama kiai

    Ketika masyarakat bertanya masalah agama pada kiai wajar karena kiai expert dibidang tersebut, tapi ketika masyarakat bertanya mengenai masalah arsitektur, pengambilan kebijakan perusahaan, masalah pabrik, tehnik dan hal-hal yang memang bukan bidang kiai tersebut dan, mohon maaf, kiai tersebut tidak punya keahlian dalam hal itu, bagi saya, itu menjadi aneh. Dan terkadang, pengalaman saya, petuah mereka bertentangan dengan logika kita tapi masyarakat tetap mengambil petuah kiai tersebut. Sehingga benak saya bertanya-tanya, kenapa bisa seperti itu? Saya pernah menanyakan hal tersebut pada salah seorang masyarakat, jawabannya singkat, “ kiai itu kan taat beribadah sehingga lebih dekat sama Allah dari pada kita sehingga firasatnya bagus”

    Ada yang menarik dengan jawaban tadi yaitu “firasat”. Saya pernah menemukan dalam tafsir depag terbitan UII Yogya ketika membaca surat al-Hijr: 75 yaitu terkait dengan penjelasan ayat Inna fi Dzalika la ayati lil mutawassimin. Dalam tafsir tersebut dikutip sebuah hadis dari kitab Bukhari dan al-Tirmidzi yang diriwayatkan oleh Ibn Jarir, Ibn Abi Hatim dan Abi Sa’id al-Khudri.

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم اتقوا فراسة المؤمن فانه ينظر بنور الله

Artinya: jagalah dirimu dari firasat orang-orang yang beriman karena sesungguhnya ia memandang dengan Nur Allah

    Firasat itu ada dua macam. Pertama, suatu keadaan yang dijadikan Allah SWT pada hati orang-orang yang shaleh, sehingga keadaan itu memberikan kesanggupan kepadanya untuk menaksir dan menduga keadaan orang lain. Kedua, firasat yang ditimbulkan oleh pengalaman kehidupan yang luhur dan budi pekerti yang mulia

    Setelah membaca penjelasan tadi saya jadi sedikit lebih faham kenapa masyarakat menanyakan segala hal pada kiai, mungkin mereka menganggap walaupun kiai tersebut tidak punya keahlian dibidang yang ia tanyakan tapi minimal dengan firasat yang berasal dari Cahaya Allah tadi bisa memberikan jawaban yang memuaskan walaupun pada awalnya ‘terkadang’ bertentangan dengan logika keseharian mereka. Tapi kita juga jangan menggeneralisir kiai hanya ahli di bidang agama saja karena saat ini ada juga kiai yang arsitek, kiai yang ekonom, kiai yang filosof dan lain-lain. Dari fenomena diatas sebenarnya berat sekali dan sangat susah untuk bisa menjadi seorang ‘kiai kampung’, kiai yang punya keikhlasan yang tinggi dalam mengayomi dan membimbing masyarakat dan dituntut untuk serba tahu dan serba bisa

    Tapi dalam kondisi sekarang logika tadi, firasat dari Nur Allah, tidak cukup karena sering dibenturkan dengan pemahaman bahwa Pengetahuan yang benar-benar mutlak dan bersifat objektif hanyalah pengetahuan Allah, sedangkan pengetahuan manusia siapapun dia baik itu kiai, ulama, mufassir, mujtahid, sebagus dan sepintar apapun tetap selalu mengandung sisi yang relatif dan subjektif. Karena menurutnya manusia tidak bisa memahami realitas diluar latar belakang pengetahuan ‘episteme’ yang mereka miliki. wacana ini masih debatable jadi saya tidak akan membahasnya disini biar nanti jadi pembahasan khusus saja pada coretan-coretan selanjutnya

Mudah-mudahan bermanfaat....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar