Selasa, 23 Mei 2023

Majlis Hadits MQK Ciamis


 

Majlis Hadits MQK Ciamis


Irfan Soleh


    Musabaqah Qiraatil Kutub (MQK) tingkat Kabupaten Ciamis tahun 2023 sukses digelar. MQK merupakan jenis lomba yang bertujuan untuk menggali kemampuan Santri dalam membaca, menerjemahkan dan memahami Kitab Kuning.  Penulis mendapat amanah menjadi salah satu dewan hakim di Majlis Hadits. Banyak ilmu dan pengalaman yang penulis dapatkan dari MQK kali ini dari mulai perjuangan panitia mensukseskan acara meskipun dengan keterbatasan biaya, juga perjuangan para santri dalam menjaga dan meningkatkan literasi Kitab Kuning warisan berharga para Ulama. Kitab apa saja yang dilombakan pada Majlis Hadits? Bagaimana kriteria penilaiannya? Apa saja catatan untuk perbaikan para santri juga lembaga pesantren agar lebih baik kedepannya?

    Kitab yang dilombakan pada Majlis Hadits adalah 1) Al-Majâlis al-Saniyah fil al-Kalam ’ala Arba’in An- Nawawiyah (Syarh Kitab al-Arba’in An-Nawawi), karya Syaikh Ahmad bin Hijazi Al Fasyani. 2) Riyadh ash-Shalihin Karya Syeikh Imam Nawawi dan 3) Kitab Manhaj Dzawî an-Nazhar karya Syekh Mahfud Termas. Berdasarkan Petunjuk Teknis dari Kemenag Ciamis, Kriteria penilaian MQK meliputi 3 (tiga) aspek yaitu: 1) Bacaan (bunyi) maqra berupa fashahah (kejelasan pelafalan huruf, kefasihan dan intonasi), bentuk sharf, dan harakat i’rab. 2) pemahaman makna maqra berupa kemampuan menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia disertai dengan kandungan maknanya dan 3) kedalaman analisis maqra dan kontekstualisasi pemahaman maqra terhadap isu-isu kontemporer yang relevan dengan menggunakan pendekatan historis, sosiologis, maupun filosofis 

    Berdasarkan kriteria penilaian diatas, ada santri yang sudah tumbang di kriteria pertama indikatornya bacaannya banyak yang salah, kurang menguasai nahwu sharafnya. Ada juga yang nahwu sharafnya bagus namun mufrodatnya kurang sehingga banyak salah menerjemahkan bahkan ada yang hanya membaca saja ketika giliran menerjemahkan ia diam seribu bahasa. Kami juga menemukan beberapa santri yang terbiasa hanya dengan lugot sunda sehingga cukup kesulitan ketika harus menerjemahkan dan menjelaskan dalam bahasa indonesia. Sebenarnya pada kriteria penilaian kedua tidak hanya menerjemahkan dan kandungan makna namun juga ada pertanyaan wawasan terkait dengan teks yang dibaca namun rata-rata sudah tumbang di dua indikator pertama. Contohnya saya coba bertanya mengenai Living Hadits, salah satu tema yang banyak bahas dikampus tafsir hadits namun rata-rata belum banyak yang mengetahuinya

    Ketika dikriteria kedua yaitu penerjemahan dan kandungan makna sudah tumbang maka otomatis para santri kesulitan ketika masuk pada pendalaman materi dimana didalamnya ada kontekstualisasi maqro yang dikaitkan dengan isu-isu kontemporer. Para santri kita belum bisa sampai pada mengkorelasikan maqro dengan ragam pendekatan baik Historis, sosiologis, dan filosofis. Kami di Pesantren Raudhatul Irfan mengistilahkannya dengan Qawaid, Mufradat dan Tathbiq. Para santri kami masih bergelut di Qawaid (nahwu sharaf dan kaidah-kaidah bahasa arab lainnya), permasalahannya rata-rata kita hanya terfokus kesana dan mengesampingkan mufrodat apalagi tathbiq yang didalamnya ada kontekstualisasi teks. Bagi pesantren yang para santrinya sudah mempunyai level qawaid yang mumpuni seharusnya melanjutkan pada mufrodat bahkan tidak hanya terjemah sunda tetapi juga indonesia dan inggris dan yang lebih penting lagi adalah pemahaman dan kontekstualisasi teks agar teks kitab kuning yang sering kita baca itu bisa membumi dan terasa kehadirannya oleh ummat, semoga...Amin...


Pesantren Raudhatul Irfan Ciamis, 24 Mei 2023.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar