Pergantian Nama Ciamis menjadi Galuh Perspektif Fiqih Aulawiyat
Penulis : Irfan Soleh
Setiap orang, organisasi, institusi, pemerintah baik pusat atau daerah, atau entitas lainnya memiliki keterbatasan kapasitas, waktu, sumber daya dan juga kemampuan, sementara banyak program, aktifitas atau target yang harus dilakukan. Sehingga penting bagi kita sebagai individu atau organisasi apalagi pemerintah baik pusat maupun daerah untuk betul-betul memilih mana aktifitas, program, amalan atau kebijakan yang prioritas agar mendapatkan hasil yang prioritas ditengah kemampuan yang terbatas. Dalam terminologi fiqih pemilihan skala prioritas tersebut dinamakan dengan Fiqih Aulawiyat. Apa yang dimaksud dengan Fiqih Aulawiyat? bisakah kita mengukur kebijakan pemerintah misalnya tentang pergantian nama kabupaten ciamis menjadi galuh dengan terminologi tersebut?
Fiqih Aulawiyat atau Fiqih Prioritas menurut Dr. Oni Sahroni, MA adalah meletakan setiap urusan baik hukum, nilai, maupun perbuatan, secara adil dan proporsional dengan mendahulukan hal yang lebih penting dari pada hal penting berdasarkan standar-standar syari'at. Sehingga dari definisi tersebut, menurut beliau, fiqih prioritas berarti mendahulukan hal yang lebih penting dari pada hal penting, mendahulukan hal yang lebih utama dari pada yang utama, serta memprioritaskan hal yang lebih mendesak daripada daripada hal yang kurang mendesak, mendahulukan hal yang harus didahulukan dan menunda hal yang seharusnya diakhirkan. Salah satu dalil dari Fiqih prioritas ini adalah QS At-Taubah ayat 19 dimana ayat tersebut menegaskan walaupun keduanya adalah kebaikan, berjihad dijalan Allah SWT menjadi prioritas yang harus dilakukan sebelum memberi minuman orang-orang yang mengerjakan haji dan juga banyak hadits-hadits dimana Rasululloh SAW menganjurkan untuk melaksanakan amal-amal yang lebih utama dan prioritas.
Sekarang kita coba telaah kebijakan pemerintah kabupaten Ciamis yang berupaya mengganti nama Ciamis menjadi Galuh. kita mulai dari melihat visi dan misi Ciamis terlebih dahulu. Berdasarkan info dari website setda.ciamiskab.go.id, Visi Kabupaten Ciamis adalah mantapnya kemandirian ekonomi sejahtera untuk semua. Visi tersebut dijabarkan kedalam enam misi yaitu 1) Meningkatnya kualitas Sumber Daya Manusia, 2) Meningkatnya ketersediaan infrastruktur yang mendukung pengembangan wilayah, 3) mengembangkan Perekonomian yang berbasis Ekonomi kerakyatan, potensi unggulan lokal dan pemberdayaan masyarakat, 4) meningkatkan kualitas daya dukung lingkungan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan, 5) meningkatkan tata kelola pemerintahan yang efektif dan efisien dan 6)memperkuat otonomi desa dalam rangka mewujudkan kemandirian masyarakat dan desa.
Berdasarkan Visi kabupaten Ciamis diatas ada dua hal yang ditekankan yaitu kemandirian ekonomi dan kesejahteraan. berbicara masalah kemandirian, ada penelitian yang menarik dalam jurnal ilmu ekonomi welfare Universitas Siliwangi terkait Analisis kinerja keuangan kabupaten Ciamis dan hasilnya menyimpulkan bahwa Kemandirian keuangan Kabupaten Ciamis dari tahun 2013 sampai 2018 tergolong masih rendah dengan menunjukkan pola hubungan instruktif, dimana peranan pemerintah pusat lebih dominan dalam hal bantuan dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU). Penelitian tersebut menggunakan menggunakan Analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah (RKKD). memang penelitian tersebut perlu di update dengan data tahun 2019 sampai 2022, namun kalau melihat APBD Ciamis yang mengalami defisit 356 M pada tahun 2022 dimana penyebabnya adalah pendapatan yang kurang dari pemerintah pusat, hal tersebut membuktikan bahwa kemandirian keuangan Ciamis memang masih rendah.
Kemudian untuk melihat apakah masyarakat Kab Ciamis sudah sejahtera atau belum, kita bisa melihat data statistik terkait kemiskinan. berdasarkan info dari website ciamiskab.bps.go.id, jumlah penduduk miskin di kabupaten ciamis tahun 2020 itu 91,40 ribu jiwa, tahun 2021 sebanyak 96,60 ribu jiwa dan tahun 2022 terdapat 93,96 ribu jiwa. Angka Kemiskinan awalnya ada kenaikan tajam dari dari tahun 2020 ke 2021 kemudian ada penurunan dari 2022 ke 2023, namun angka kemiskinan di tahun 2022 tersebut masih lebih tinggi jika dibandingkan angka kemiskinan tahun 2020, artinya angka kemiskinan masih bisa dikatakan meningkat. Misi yang pertama yaitu peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia bisa kita ukur dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Kalau melihat data statistik BPS, salah satu komponen IPM Ciamis yaitu rata-rata lama sekolah masih lebih rendah dibandingkan banjar apalagi tasikmalaya.
Pemerintah kabupaten Ciamis terus melakukan upaya perubahan nama Ciamis menjadi Galuh. Kebijakan ini terus disosialisasikan pada masyarakat baik melalui FGD ataupun seminar. Salah satu alasan pergantian nama tersebut karena filosofi Galuh identik dengan galeuh yang merupakan bagian kayu yang paling kuat dan galih yang berarti kalbu atau hati. Sehingga Bupati Ciamis beranggapan bahwa nilai filosofi dan sejarah galuh bisa menjadi spirit yang baik baik masyarakat Ciamis. Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) Orda Ciamis sempat mendiskusikan tema ini secara khusus dan memang ada sisi positif dan negatifnya, ada sisi maslahat namun ada juga sisi mafsadatnya. Pergantian nama dari Ciamis menjadi Galuh katakanlah mengandung sisi positif namun di tengah ketercapaian Visi dan Misi Pemkab Ciamis dengan indikator Kemandirian keuangan, Angka kemiskinan, IPM yang sudah kita bahas tadi apakah Prioritas kita lakukan? Apakah kebijakan pergantian nama tersebut kalau dibaca dari perspektif Fiqih Aulwiyat atau Fiqih Prioritas lebih penting untuk kita lakukan dibandingkan dengan memperhatikan ketercapaian visi yaitu kemandirian ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Ciamis? Tulisan ini tidak untuk menjawab dan menyimpulkan hal tersebut tetapi terbuka silahkan untuk ditanggapi dikaji dan didiskusikan oleh seluruh elemen masyarakat.
Pesantren Raudhatul Irfan Ciamis, 9 Februari 2023
Tidak ada komentar:
Posting Komentar