Muwajahah, Arafah dan Khilafiyah
Penulis : Irfan Soleh
Santri baru Pesantren Raudhatul Irfan Ciamis mulai masuk pesantren pada kamis 7 Juli 2022. Momen muwajahah sekaligus riyadoh malam jumat saya menjelaskan tentang puasa tarwiyah pada tanggal 8 Dzulhijjah dan puasa arofah pada tanggal 9 Dzulhijjah. Salah satu keutamaan puasa tarwiyah dan Arafah menurut hadits adalah "Puasa hari Tarwiyah dapat menghapus dosa setahun. Puasa hari Arafah dapat menghapus dosa dua tahun,” (HR Abus Syekh Al-Ishfahani dan Ibnun Najar) namun ada perbedaan waktu pelaksanaan antara Indonesia dengan Mekkah Saudi Arabia, lantas bagaimana kita sebagai santri menyikapinya?
Sebelum menjelaskan tentang khilafiah penentuan awal bulan dzulhijjah yang berakibat pada perbedaan hari raya idul adha dan dua puasa, tarwiyah dan arafah, saya menjelaskan terlebih dahulu riwayat tentang keutamaan puasa pada awal dzulhijjah termasuk di dalamnya puasa tarwiyah dan arafah. Diantara keutamaannya adalah dilipatgandakan pahala sebagaimana yang tertera dalam Hadits Riwayat At Tirmidzi, “Tidak ada hari-hari yang lebih Allah sukai untuk beribadah selain sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, satu hari berpuasa di dalamnya setara dengan satu tahun berpuasa, satu malam mendirikan shalat malam setara dengan shalat pada malam Lailatul Qadar” (HR At-Tirmidzi).
Kenapa ada perbedaan waktu hari raya idul adha? Karena ada perbedaan cara menentukan kapan jatuhnya tanggal 1 Dzulhijjah. Sehingga dalam hal ini kita akan kembali diingatkan dengan bagaimana cara penentuan 1 Ramadhan yaitu ada yang menggunakan ru'yatul hilal dan ada yang menggunakan hisab. Metode ru'yah pun ada perbedaan ulama pada masalah rukyat lokal atau Internasional; apakah setiap masyarakat harus mengikuti hasil perhitungan lokal, atau boleh juga mengikuti hasil dari negara Islam lainnya? Hal ini yang menyebabkan di Indonesia terdapat perbedaan karena ada yang menggunakan ru'yah lokal dan ada yang menggunakan ru'yah global yang dalam bahasa fikihnya dikenal dengan sebutan wihdah al-Mathali’ wa ikhtilaf al-mathali’.
Menurut Syekh Wahbah Zuhaili dalam hal ini terjadi perbedaan pendapat diantara para ulama; 1) Wihdatul Mathla’(وحدة المطلع) Hilal mengikuti satu negeri. Menurut Jumhur ulama jika hilal telah terlihat di satu negeri maka wajib bagi seluruh kaum muslimin yang bermukim negeri lain untuk berpuasa secara serentak tanpa memperhitungkan perbedaan matla’. 2) Ikhtilaful mathali’(اختلاف المطالع): Hilal mengikuti negeri masing-masing, menurut Madzhab Syafi’i, permulaan puasa dan hari raya berbeda-beda sesuai dengan perbedaan matla’ bulan di antara tempat-tempat yang jaraknya berjauhan seperti adanya perbedaan matla’ Matahari.
Pemerintah Indonesia tampaknya mengikuti pendapat yang kedua sehingga berpegang pada kriteria ru'yatul hilal yang telah disepakati oleh kementrian agama Brunei Indonesia Malaysia dan Singapura (MABIMS). Kriteria baru (Neo MABIMS) untuk imkanurrukyah atau kemungkinan hilal bisa dilihat itu minimal ketinggian hilal 3 derajat dan elongasi minimal 6,4 derajat. Alasan itulah kenapa penentuan awal dzulhijjah Indonesia berbeda dengan Saudi Arabia karena di Saudi hilal sudah dapat di ru'yah sementara di Indonesia belum masuk kriteria imkanurru'yah versi Neo MABIMS. Hikmahnya adalah kami beserta para santri menjadi memahami dapur fikih kenapa terjadi perbedaan.
Akhirnya para santri baru sudah bisa memahami khilafiah. Setelah mengetahui alasan perbedaannya tinggal kita memilih pendapat yang mana dan akhirnya kita memilih pendapat sesuai yang ditetapkan Pemerintah melalui Kementrian Agama. Yang terpenting adalah jangan sampai saling menyalahkan satu sama lain, kita harus belajar bijak menyikapi perbedaan pendapat. Muwajahah menjadi awal para santri baru belajar ilmu sekaligus langsung diamalkan. Tidak hanya mengetahui keutamaan nya tapi langsung dipraktekan puasa tarwiyah dan puasa arafah. Kemudian beragam amaliah menyambut idul adha yang jatuh pada hari minggu 10 juli 2022
Pesantren Raudhatul Irfan Ciamis, 9 Juli 2022
Tidak ada komentar:
Posting Komentar