Senin, 28 Februari 2022

Hebitren dan Catatan Kemandirian Ekonomi Pesantren


Hebitren dan Catatan Kemandirian Ekonomi Pesantren 

Penulis : Irfan Soleh

Pada tanggal 24-25 Februari 2022, Pengurus Himpunan ekonomi bisnis pesantren (Hebitren) Priangan Timur dikukuhkan langsung oleh ketua DPP Hebitren Indonesia yaitu KH Moh Hasib Wahab Hasbullah. Saya diamanahi sebagai salah satu Dewan Pakar dan lewat catatan ini saya ingin menjelaskan tantangan dan harapan yang akan dihadapi oleh pengurus korda priatim kedepan karena mendakwahkan kemandirian ekonomi ke pesantren khususnya yang ada di priangan timur jawa barat tidaklah mudah. Tantangan ini juga untuk semua pegiat ekonomi pesantren. Catatan ini juga ingin mengapresiasi DEKS Bank Indonesia (BI) yang sudah merancang Roadmap Pengembangan Kemandirian Ekonomi Pesantren. Lewat tulisan ini saya ingin menumpahkan kegelisahan saya akan sulitnya persatuan antar pesantren dalam memajukan ekonomi pesantren.

Fungsi Pesantren menurut UU No 18 tahun 2019 tidak hanya Dakwah dan Pendidikan karena didalamnya terdapat Pemberdayaan Masyarakat dimana ekonomi masuk didalamnya. Ada 4 hal yang harus dimiliki pesantren untuk mengembangkan usahanya yaitu memastikan tersedianya pasar (marketing), mengembangkan jejaring (networking), meningkatkan kapabilitas pengelolaan usaha (Capability), dan akses ke sumber permodalan. Hadirnya HEBITREN bisa menjembatani pesantren mendapatkan 4 hal diatas minimal bisa menambah jejaring dan bersilaturahmi antar pesantren yang mempunyai unit usaha khususnya yang menjadi binaan Bank Indonesia umumnya semua pesantren yang mempunyai unit usaha untuk memenuhi kebutuhan civitas pesantrennya.

Setiap komunitas ekonomi dan bisnis pesantren selalu 'menjual' data jumlah pesantren dan santri dalam konteks ketersediaan pasar misalnya dijawa barat berdasarkan data dari PD Pontren terdapat 8.343 pesantren dengan jumlah santri mukim 148.987 dan yang tidak mukim 306.728 santri.   Permasalahannya adalah pesantren kebanyakannya bergerak masing-masing dalam menyuplai kebutuhan santrinya. Sehingga unit usaha pesantren hanya bergerak di level UMKM konsekwensinya unit usaha pesantren selalu kalah bersaing dengan industri besar yang dikuasai oleh Non-Pesantren. Sampai saat ini upaya menyatukan semua pesantren di Jawa Barat untuk berjamaah dalam pengadaan kebutuhan  ekonominya belum ada yang berhasil yang ada malah antar komunitas ekonomi pesantren berebut kue bantuan pemerintah.

Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia (DEKS BI) mempunyai roadmap pengembangan kemandirian ekonomi pesantren dan diantara isinya adalah Standarisasi laporan pesantren, replikasi business line pesantren, pengembangan virtual market, center of excelence dan pengembangan holding. Saya sangat mengapresiasi DEKS BI yang merancang dan mengawal beragam model bisnis seperti Model Bisnis Green House, Aquaponik, Rice Milling Unit, Jaringan Usaha holtikultura, distribution center, warehouse dan lain sebagainya. Intervensi Program BI dari mulai penguatan kelembagaan hebitren, peningkatan integrasi dan akses pasar, hingga peningkatan akses pembiayaan sungguh sangat luar biasa keren nya. 

Namun jika pesantrennya tidak bersatu memajukan grand design kemandirian ekonomi pesantren tersebut akan sulit bagi pihak manapun mendorong kemajuan ekonomi pesantren karena yang didorongnya malah bercerai berai karena berebut kepentingannya masing-masing. Tanpa adanya integrasi bisnis antar pesantren atau antar komunitas ekonomi pesantren, kita selamanya hanya akan jadi pemain kecil yang pastinya akan kalah oleh pemain besar yang saat ini bukan berasal dari kalangan pesantren bahkan bukan dari kalangan komunitas ekonomi pesantren. Permasalahan ini harus jadi perhatian dan tantangan kita bersama sehingga harapannya harus ada yang terus berupaya mempersatukan ekonomi pesantren beserta komunitasnya agar 'pasar' potensial civitas pesantren bisa dinikmati oleh unit usaha pesantren bukan oleh orang lain.

Pesantren Raudhatul Irfan Ciamis, 27 Februari 2022

Tidak ada komentar:

Posting Komentar