Rabu, 25 Agustus 2021

Vaksinasi dan Fatwa MUI


Vaksinasi dan Fatwa MUI

Penulis : Irfan Soleh

Pesantren Raudhatul Irfan Ciamis ditunjuk menjadi salah satu tempat dilaksanakannya program vaksinasi. Namun respon wali santri beragam ada yang memperbolehkan anaknya divaksin ada yang tidak mengizinkan dengan alasan yang beragam pula. Banyak faktor yang membuat wali santri ragu akan vaksinasi, kami, pihak pesantren, tentu tidak bisa memaksa yang kami lakukan hanya berupaya mengajak. Satu diantara yang membuat ragu adalah terkait kehalalan vaksin tersebut. Bagaimana hukum vaksinasi? Yuk kita bahas saja fatwa MUI nya.

Majlis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa no 2 tahun 2021 tentang produk vaksin covid 19 dari Sinovac Life Sciences, co. Ltd dan PT Biofarma. Kalau kita buka website MUI ada 8 halaman terkait fatwa ini dimulai dari menimbang, mengingat, memperhatikan, hingga memutuskan dan menetapkan. Salah satu pertimbangan MUI bahwa wabah covid 19 masih menjadi ancaman kesehatan dan diantara ikhtiar untuk mencegah terjadinya penularan wabah tersebut adalah melalui vaksinasi.

Dalil-dalil yang diperhatikan MUI dalam fatwa ini diantaranya QS Al Baqarah ayat 173, QS al Maidah ayat 3, QS al An'am ayat 145, 6 hadits Nabi dari berbagai riwayat dan 5 kaidah-kaidah fiqih. MUI pun memperhatikan pemdapat para ulama diantaranya Pendapat Imam Al Zuhri dalam kitab Syarah Shahih al-Bukhori karya Ibnu Baththal (maktabah syamilah, 6/70) yang menegaskan ketidakbolehan berobat dengan barang najis, juga pendapat Imam Ibnu Hajar al Haitami dalam kitab Tuhfatul Muhtaj juz 1 halaman 290 yang menyebutkan kenajisan babi dan larangan pemanfaatannya dalam kondisi normal.

MUI pun memperhatikan pendapat Imam Nawawi dalam kitab Raudhatu al Thalibin wa Umdatu al Muftin (1/37) yang menjelaskan bahwa sesuatu yang tidak diyakini kenajisan dan atau kesuciannya maka ditetapkan hukum kesuciannya sesuai hukum asalnya. Kemudian pendapat imam al Thabari dalam kotab Tahdzibul Atsar dan terutama pendapat al Qasthalani dalam kitab irsyadu al Sari (7/96) yang menjelaskan bahwa berobat karena sakit dan menjaga diri dari wabah adalah wajib. Beragam fatwa MUI pun diperhatikan hingga laporan dan penjelasan hasil audit tim auditor LPPOM MUI bersama komisi fatwa MUI ke Sinovac Life Sciences Co. Ltd China.

Komisi fatwa pada tanggal 8 Januari 2021 menyimpulkan bahwa vaksin produk sinovac dalam proses produksinya tidak memanfaatkan babi beserta turunannya dan anggota tubuh manusia. Dihukumi mutanajjis karena bersentuhan dengan najis mutawassitoh tetapi telah dilakukan pensucian yang telah memenuhi ketentuan pensucian secara syar'i dan menggunakan fasilitas produksi yang syar'i. BPPOM RI juga telah memberikan persetujuan penggunaan sinovac dan vaksin tersebut memenuhi kualifikasi thoyyib.

Akhirnya diputuskanlah ketentuan hukum bahwa vaksin sinovac hukumnya suci dan halal. Vaksin sinovac boleh digunakan umat islam sepanjang terjamin keamanannya menurut ahli yang kredibel dan kompeten. Mudah-mudahan uraian dari fatwa MUI ini bosa meyakinkan kita untuk mengikuti vaksinasi. Saya pribadi sangat percaya dengan para ulama dan para ahli yang berada di MUI. Sehingga tidak ada keraguan dan tidak termakan hoax yang beredar di dunia maya. Tapi meskipun begitu, kami tetap menghormati keputusan wali santri yang tidak mengizinkan putra nya yang mesantren dikami untuk di vaksin. Kami pun berhusnudzon pasti sudah dengan pertimbangan yang matang dan semuanya sama-sama mencari kemaslahatan.

Pesantren Raudhatul Irfan, 26 Agustus 2021

Tidak ada komentar:

Posting Komentar